Jumat, September 16, 2011

Cidera Kepala Secara Operatif

Pendahuluan

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif.

Lebih dari separuh kematian karena cedera, cedera kepala berperan nyata atas outcome. Pada pasien dengan cedera berganda, kepala adalah bagian yang paling sering mengalami cedera, dan pada kecelakaan lalulintas yang fatal, otopsi memperlihatkan bahwa cedera otak ditemukan pada 75% penderita. Untuk setiap kematian, terdapat dua kasus dengan cacat tetap, biasanya sekunder terhadap cedera kepala (Narayan, 1991).

Di Amerika Serikat pada tahun 1990 dilaporkan kejadian cedera kepala 200/100.000 penduduk pertahun. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif. Saat ini saja terdapat sekitar 5,3 juta orang Amerika yang mengalami cacat berkepanjangan karena akibat trauma kepala.

Pragnosa pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat.

Pasien meninggal karena beberapa faktor yakni :
- Prolog hipoksia dan hipotensi
- Herniasi otak
- Komplikasi - komplikasi sistemik

Pada salah satu studi prospektif dengan CT Scan didapat hasil :
- Pada cedera kepala berat : 30% CT Scan normal dan 70% abnormal
- Pada cedera kepala ringan yang pemah mengaJami pingsan: 18% CT Scan abnormal
- 5% diantaranya memerlukan tindakan operasi.
- Pada cedera kepala sedang : 40% CT Scan abnormal dan 8% memerlukan tindakan operasi.

Dari traumatik kama data bank ditemukan pada studi 275 pasien dengan hematoma supratentorial didapat: 58% SDH, 26% ICH clan 16% EDH

Klasifikasi

Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal.Untuk kegunaan praktis, tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera kepala serta berdasar morfologi.

Klasifikasi cedera kepala
A. Berdasarkan mekanisme
1 Tertutup
2 Penetrans
B. Berdasarkan beratnya
1 Skor Skala Koma Glasgow
2 Ringan, sedang, berat
C. Berdasarkan morfologi
1 Fraktura tengkorak
a Kalvaria
- Linear atau stelata
- Depressed atau nondepressed
b Basilar
2 Lesi intrakranial
a Fokal
- Epidural
- Subdural
- Intraserebral
b Difusa
- Konkusi ringan
- Konkusi klasik
- Cedera aksonal difusa



BERDASAR MEKANISME

Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans. Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang, namun sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans lebih sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk. Karena pengelolaan kedua kelompok besar ini sedikit berbeda, dipertahankanlah pengelompokan ini untuk keperluan dskriptif.

BERDASAR BERATNYA

Jennett dan Teasdale menentukan koma sebagai ketidakmampuan untuk menuruti perintah, mengucapkan kata-kata dan membuka mata. Pada pasien yang tidak mempunyai ketiga aspek pada definisi tersebut tidak dianggap sebagai koma. Pasien yang bisa membuka mata secara spontan, dapat mengikuti perintah serta mempunyai orientasi, mempunyai skor total 15 poin, sedang pasien yang flaksid, dimana tidak bisa membuka mata atau berbicara mempunyai skor minimum yaitu 3.

Tidak ada skor tunggal antara 3 dan 15 menentukan titik mutlak untuk koma. Bagaimanapun 90% pasien dengan skor total delapan atau kurang, dan tidak untuk yang mempunyai skor 9 atau lebih, dijumpai dalam keadaan koma sesuai dengan definisi terdahulu. Untuk kegunaan praktis, skor total SKG 8 atau kurang menjadi definisi yang sudah umum diterima sebagai pasien koma.

Perbedaan antara pasien dengan cedera kepala berat dan dengan cedera kepala sedang atau ringan karenanya menjadi sangat jelas. Namun perbedaan antara cedera kepala sedang dan berat lebih sering memiliki masalah. Beberapa menyatakan bahwa pasien cedera kepala dengan jumlah skor 9 hingga 12 dikelompokkan sebagai cedera kepala sedang, dan skor SKG 13 hingga 15 sebagai ringan.

Williams, Levin dan Eisenberg baru-baru ini melaporkan defisit neurologis penderita dengan cedera kepala ringan (SKG 12 hingga 15) dengan lesi massa intrakranial pada CT pertama adalah sesuai pasien dengan cedera kepala sedang (SKG 9 hingga 11). Pasien dengan cedera kepala ringan tanpa dengan komplilesi intrakranial pada CT jelas lebih baik.

Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila:
1. Pupil tak ekual
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.

PENGELOLAAN CEDERA KEPALA

1. Untuk kelompok dengan risiko rendah, dengan tanda-tanda dan gejala-gejala awal minimal seperti nyeri kepala, pusing, atau laserasi scalp, dianjurkan dipulangkan kelingkungan yang dapat dipertanggung-jawabkan untuk pengamatan, dengan tidak memerlukan radiografi tengkorak.
2. Untuk kelompok dengan risiko sedang, dengan tanda-tanda awal seperti muntah, intoksikasi alkohol atau obat, amnesia posttraumatika, atau tanda-tanda adanya fraktura basilar atau depressed, tindakan yang dianjurkan termasuk peningkatan pengamatan ketat, pertimbangan untuk CT scan atau radiografi foto polos serta konsultasi bedah saraf.
3. Untuk kelompok dengan risiko tinggi, dengan gejala-gejala awal paling serius seperti tingkat kesadaran yang tertekan atau menurun, tanda-tanda neurologis fokal atau cedera tembus, dilakukan konsultasi bedah saraf dan CT scan emergensi.

Sekitar 75% pasien termasuk kelompok risiko rendah, 23% kelompok risiko sedang dan 2% kelompok risiko berat.

Berdasarkan informasi proses pemulihannya 6-12 bulan untuk penderita cidera kepala berat.

Cedera Kepala Ringan

Definisi: Pasien bangun, dan mungkin bisa berorientasi.
Kriteria Rawat:
1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
3. Penurunan tingkat kesadaran
4. Nyeri kepala sedang hingga berat
5. Intoksikasi alkohol atau obat
6. Fraktura tengkorak
7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
8. Cedera penyerta yang jelas
9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan
10. CT scan abnormal

Dipulangkan dari UGD:
1. Pasien tidak memiliki kriteria rawat
2. Beritahukan untuk kembali bila timbul masalah dan jelaskan tentang 'lembar peringatan'
3. Rencanakan untuk kontrol dalam 1 minggu

Majoritas pasien yang datang ke UGD dengan cedera kepala berada pada kategori ini. Pasien dalam keadaan bangun saat diperiksa dokter namun mungkin amnestik atas kejadian sekitar saat cedera. Mungkin terdapat riwayat kehilangan kesadaran sebentar, yang biasanya sulit untuk dipastikan. Hal tersebut mungkin dikacaukan oleh alkohol atau intoksikans lain.

Kebanyakan pasien dengan cedera kepala ringan akan menuju pemulihan tanpa disertai hal-hal yang berarti, terkadang dengan sekuele neurologis yang sangat ringan.

Namun sekitar 3% pasien secara tidak disangka memburuk dan gawat neurologis bila kelainan status mentalnya tidak diketahui secara dini.

Cedera Kepala Sedang

Definisi: Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-12).

Setelah dirawat:
1. Pemeriksaan neurologis setiap setengah jam
2. CT scan ulangan hari ketiga atau lebih awal bila ada perburukan neurologis
3. Pengamatan TIK dan pengukuran lain seperti untuk cedera kepala berat akan memperburuk pasien
4. Kontrol setelah pulang biasanya pada 2 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan bila perlu 1 tahun setelah cedera



Walau pasien ini tetap mampu mengikuti perintah sederhana, mereka dapat memburuk secara cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya terhadap pasien cedera kepala berat, walau mungkin dengan kewaspadaan yang tidak begitu akut terhadap urgensi.

Cedera Kepala Berat

Definisi: Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran.

Pengelolaan:
Di Unit Gawat Darurat
1. Riwayat:
- Usia, jenis dan saat kecelakaan
- Penggunaan alkohol atau obat-obatan
- Perjalanan neurologis
- Perjalanan tanda-tanda vital
- Muntah, aspirasi, anoksia atau kejang
- Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk obat-obatan yang dipakai serta alergi
2. Stabilisasi Kardiopulmoner:
- Jalan nafas, intubasi dini
- Tekanan darah, normalkan segera dengan Salin normal atau darah Foley, tube nasogastrik kateter
- Film diagnostik: tulang belakang leher, abdomen, pelvis, tengkorak, dada, ekstremiras
3. Pemeriksaan Umum
4. Tindakan Emergensi Untuk Cedera Yang Menyertai:
- Trakheostomi
- Tube dada
- Stabilisasi leher: kolar kaku, tong Gardner-Wells dan traksi
- Parasentesis abdominal
5. Pemeriksaan Neurologis:
- Kemampuan membuka mata
- Respons motor
- Respons verbal
- Reaksi cahaya pupil
- Okulosefalik (dolls)
- Okulovestibular (kalorik)
6. Obat-obat Terapeutik:
- Bikarbonat sodium
- Fenitoin(?)
- Steroid (???)
- Mannitol
- Hiperventilasi
7. Tes Diagnostik: (desenden menurut yang diminati)
- CT Scan
- Ventrikulogram udara
- Angiogram

Di Unit Perawatan Intensif (UPI/ICU)

Kelompok ini terdiri dari penderita yang tidak mampu mengikuti perintah sederhana bahkan setelah stabilisasi kardiopulmonal. Walau definisi tersebut memasukan cedera otak dalam spektrum yang luas, ia mengidentifikasikan kelompok dari penderita yang berada pada risiko maksimal atas morbiditas dan mortalitas. Pendekatan 'tunggu dan lihat' sangat mencelakakan dan diagnosis serta tindakan tepat adalah paling penting. Pengelolaan pasien dibagi lima tingkatan:

(1) stabilisasi kardiopulmoner,
(2) pemeriksaan umum,
(3) pemeriksaan neurologis,
(4) prosedur diagnostik, dan
(5) indikasi operasi.

Transportasi penderita cedera kepala

Transportasi penderita cedera kepala terutama penderita dengan cedera kepala sedang dan berat harus cepat dilakukan untuk mendapatkan tindakan medis yang cepat, tepat dan aman. Karena keterlambatan sampai di rumah sakit, 10 % dari total penderita cedera kepala di Amerika Serikat meninggal.

Pada penderita cedera kepala berat sering menderita gangguan pernafasan, syok hipovolemik, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intrakranial meninggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler, karena itu perlu penanganan yang cepat. Tindakan gawat darurat yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan penderita yaitu; menjaga kelancaran jalan nafas (air way), oksigenasi yang adekuat, resusitasi cairan, melindungi vertebra servikalis dan torakolumbal, identifikasi dan stabilisasi perdarahan ekstrakranial, dan menilai tingkat kesadaran penderita.

Dalam penganan pasien dengan cedera kepala berat transportasi sangat penting, karena berhubungan dengan cedera kepala sekunder. Cedera kepala sekunder yang sering terjadi dan menyebabkan kematian adalah hipoksia dan hipotensi.

Waktu tunggu penderita dirumah sakit untuk penanganan penderita cedera kepala untuk cedera kepala berat. Pada penderita cedera kepala berat dengan perdarahan subdural sebaiknya interval waktu kejadian trauma dan tindakan yang dilakukan kurang dari 4 jam, sedangkan pada penderita dengan interval waktu lebih dari 12 jam prognosis buruk.

Seelig et al telah melakukan penelitian tentang pentingnya penanganan dan transportasi yang cepat pada penderita dengan cedera kepala berat tertutup dan perdarahan subdural akut. Penderita dengan hematoma yang dievakuasi lebih kurang 4 jam, angka kematiannya 30% dan 65% dengan keluaran baik. Sedangkan penderita yang dioperasi diatas 4 jam, angka kematiannya 90% dan kurang dari 10 % dengan keluaran baik.

Faktor-faktor yang memperburuk prognosis pada penderita cedera kepala yaitu; terlambatnya penanganan awal/resusitasi, pengangkutan/transport yang tidak adekuat, dikirim ke rumah sakit yang tidak adekuat, terlambatnya delakukan tindakan bedah dan adanya cedera multipel yang lain.

Pengukuran keluaran penderita cedera kepala

Berdasarkan pengukuran GCS di Amerika mayoritas (75-80%) penderita cedera kepala adalah cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan berat yang masing-masingnya antara 10% dan 20% . Sebagian besar penderita dengan cedera otak ringan pulih sempurna, tapi terkadang ada gejala sisa yang sangat ringan. Perburukan yang tidak terduga pada penderita cedera kepala ringan lebih kurang 3% yang mengakibatkan disfungsi neurologis yang berat kecuali bila perubahan kesadaran dapat dideteksi lebih awal. Sekitar 10-20% dari penderita cedera kepala sedang mengalami perburukan dan jatuh dalam koma. Pada penderita dengan cedera kepala berat sering diperburuk dengan cedera skunder. Hipoksia yang disertai dengan hipotensi pada penderita cedera kepala berat akan menyebabkan mortalitas mencapai 75%.

Kecacatan akibat cedera kepala tergantung dari tingkat beratnya cedera, lokasi cedera, umur dan kesehatan penderita. Beberapa kejadian kecacatan tersering yaitu masalah kesadaran (fikiran, ingatan dan akal sehat), proses sensorik (melihat, mendengar, meraba, mengecap dan menghidu), berkomunikasi (ekspresi dan pemahaman) dan tingkah laku atau kesehatan mental (depresi, gelisah/cemas, perubahan kepribadian, agresif/menyerang, dan keadaan sosial yang tidak normal) .

Menentukan keluaran dan prognosis dari cedera kepala sangat sulit. Terlambatnya penanganan awal/resusitasi, pengangkutan/transport yang tidak adekuat, dikirim ke rumah sakit yang tidak adekuat, terlambatnya dilakukan tindakan bedah dan adanya cedera multiple yang lain merupakan faktor-faktor yang memperburuk prognosis penderita cedera kepala. Untuk keluaran penderita, pengukuran standar yang biasa digunakan adalah Glasgow Outcome Scale (GOS) yang dikemukakan oleh Jennett dan Bond (1975).

Moderate disability

Good recovery Merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Penderita menjadi sadar kembali dan meninggal setelah itu karena komplikasi skunder dan penyebab lain.

Penderita tidak memberikan respon dan tidak bisa berbicara untuk beberapa waktu kedepan. Penderita mungkin dapat membuka mata dan menunjukkan siklus tidur dan bangun tetapi fungsi dari korteks serebral tidak ada.

Membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas sehari-hari disebabkan karena kecacatan mental atau fisik, biasanya kombinasi antara keduanya. Kecacatan mental yang berat kadang-kadang juga dapat dimasukkan dalam klasifikasi ini pada penderita dengan kecacatan fisik sedikit atau tidak ada.

Dapat berjalan-jalan menggunakan transportasi umum dan bekerja di tempat-tempat tertentu (dengan perlindungan) dan dapat beraktifitas bebas sejauh kegiatan tersebut tidak mengkhawatirkan. Ketidakmampuan(kecacatan) penderita mencakup perubahan derajat dari dispasia, hemiparise, atau ataksia maupun berkurangnya intelektual dan daya ingat dan perubahan personalitas. Lebih mampu untuk melakukan hal-hal protektif diri.

Dapat melanjutkan kehidupan normal sekalipun terjadi keadaan defisit neurologis

Evaluasi/taksiran penilaian praktis dari keluaran penderita cedera kepala berat.

GOS dibagi menjadi 5 skala yaitu:
1. good recovery,
2. moderate disability,
3. severe disability,
4. vegetative dan
5. death.

Dari skala di atas dapat dibagi menjadi keluaran baik/favorable outcome (good recovery dan moderate disability) dan keluaran buruk/unfavorable outcome (severe disability, vegetative dan dead). Cederatic Coma Data Bank menganalisa 760 penderita cedera kepala dan mengidentifikasi 5 faktor yang berhubungan dengan keluaran buruk yaitu; umur penderita diatas 60 tahun, GSC .

Data dari Rosner, Marion and rekan kerjanya melaporkan total penderita 241 orang dengan GCS.

Dari data Journal of Nuerotaruma ada beberapa penelitan terbaru yang berhubungan dengan tingkat keparahan ataupun keluaran penderita cedera kepala terutama penderita cedera kepala berat. Kadar magnesium serum yang rendah berhubungan dengan keluaran buruk pada penderita setelah cedera kepala berat. Respon stres berperan oenting dalam penurunan konsentrasi magnesium. Serum hipomagnesemia menjadi independent marker untuk beratnya cedera kepala.

Penderita cedera kepala dengan usia 75 tahun atau lebih secara signifikan tidak dapat bertahan hidup setelah tindakan bedah dari pada penderita muda (14-64 tahun). Von Willebrand Factor (VWF) dikenal sebagai biomaker dari cedere pada endotelial. Peningkatan dari kadar serum VWF terjadi karena aktivasi endotelial pada cedera kepala berat. Peningkatan serum VWF pada cedera kepala cerat merupakan tanda dari keluaran buruk dari penderita. High intracranial pressure (HICP) adala komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya dari cedera kepala, berat dan durasi HICP berhubungan dengan keluaran buruk penderita dan memerlukan terapi yang intensif .

Komplikasi

Koma. Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh.

Seizure. Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.

Infeksi. Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain.

Kerusakan saraf. Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda.

Hilangnya kemampuan kognitif. Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.

Penyakit Alzheimer dan Parkinson. Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.

Operasi Cedera Kepala

Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah, kembalinya tekanan intrakranial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan mencegah perdarahan ulang.

lndikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan hal dibawah ini :
- Status neurologis
- Status radiologis
- Pengukuran tekanan intrakranial
- Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :
- Massa hematoma kira-kira 40 cc
- Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
- EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8 atau kurang.
- Kontusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau pergeseran garis tengat lebih dari 5 mm.
- Pasien – pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai berkembangnya
- tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mm Hg.

lndikasi Burr hole eksplorasi dilakukan bila pemeriksaan CT Scan tidak memungkinkan dan didapat :
• Dilatasi pupil ipsilateral
• Hemiparese kontralateral
• Lucid interval/penurunan GCS tiba-tiba

Indikasi operasi pada fraktur depres :
- Lebih dari satu tabula
- Adanya defisit yang berhubungan dengan bagian otak dibawahnya
- LCS leakage
- Fraktur depres terbuka
- Preventif growing fracture pada anak.

Dari traumatik koma data bank ditemukan pada studi 275 pasien dengan hematoma tutorial didapat : 58% SDH, 26% ICH dan 16% EDH.

Indifikasi Operasi

Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan mencegah pendarahan ulang.

Indikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan hal dibawah ini :
- Status neurologis
- Status radiologis
- Pengukuran tekanan intrakranial

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :
- Massa hematoma kira-kira 40 cc
- Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
- IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran Baris tengah dengan GCS 8 atau kurang.
- Konstusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.
- Pasien-pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai berkembangnya



- tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mm Hg.

Indikasi BWT hole eksplorasi dilakukan bila pemeriksaan CT Scan tidak memungkinkan dan didapat :
- Dilatasi pupil ipsilateral
- Hemiparese kontralateral
- Lucid interval/penurunan GCS tiba-tiba.



Indikasi operasi pada faktur depres :
- Lebih dari satu tabula
- Adanya defisit yang berhubungan dengan bagian otak dibawahnya
- LCS leakage
- Fraktur depres terbuka
- Preventif growing fracture pada anak.

Preparasi Pra 0perasi



- Inform concernt
- Cegah hipotensi, hipoksia
- Periksa foto turaks dan cervikal
- Dua infus line
- Periksa AGD, elektrolit dan darah rutin serta cross match
- Pasang kateter
- Profilaksis antibiotik sebelum operasi dimulai.
- ETT yang adekuat
- indungi kedua mata dari cairan dan tekanan.

TEKNIK OPERASI

1. Burr hole explorasi
* Tentukan areanya : disisi pupil yang dilatasi, kontra lateral hemiparese.
* Burr hole I : di temporal walaupun frakturya di lokasi yang berbeda. Bila positif lanjutkan dengan craniotomy. Bila negatif lakukan langkah burr hole selanjutnya.
* Burr hole II : di frontal
* Burr hole III : di parietal, bila negatif dilakukan disisi sebaiknya.
* Ada yang menambahkan burr hole IV di fossa posterior
* Incisi linier dan bila perlu dilanjutkan dengan question mark.
* Bila duramater tampak tegang dan kebiruan tapi clothing belum ditemukan sebaiknya dilakukan lebih dahulu burr hole bilateral baru dilakukan mengintip duramater karena sering subdural tersebut hanya tipis Baja.

2. Epidural hematom :
* lokasi : 50% ditemporal, 15%-20% di frontal dan sisanya di occipital, fossa posterior dan parietal
* bila ada mix lessi (hipodens clan hiperdens )curigai adanya gangguan pembekuan darah
teknik :
a. Incisi bentuk question mark atau tapal kuda
b. Burr hole I di daerah yang paling banyak clothing biasanya di lobus temporal, bila perlu dilanjutkan dulu kraniektomi kecil dan evakuasi clothing untuk mengurangi tekanan, lalu dilanjutkan kraniotomi untuk mengevakuasi massa.
c. Bila duramater tegang kebiruan lakukan intip dura dengan incisi kecil
d. Kemudian duramater dijahit clan dilakukan gantung dura

3. Subdural hematom :
* lokasi paling sering di temporal dan parietal
* incisi bentuk tapal kuda atau question mark
* Kraniotomi seekspos mungkin dan bila ada clothing kecil dan tidak jelas terlihat sebaiknya ditinggalkan.
* duramater dibuka dan dievakuasi clothingnya.
* duramater dijahit waterproof, bila swelling tidak dapat dikontrol, biarkan terbuka dan tulang tidak dipasang dan langsung diflap.

4. Intracerebral hematom :
* lokasi : 80% -90% di temporal dan frontal
* kraniotomi secara prinsip sarna dengan perdarahan intrakranial lainnya
* perdarahan dirawat dengan bipolar, surgicel
* durameter dijahit waterproof

5. Hematoma fossa posterior
* 80% -100% pasien EDH fossa posterior disertai fraktur os occipitalis
* bila ada EDH supra dan infra tentorial, 30% disertai hidrocefalus
* incisi kulit linier/stick golf di para median atau midline
* konservatif bila simptom minimal dan stabil terutama bila ada fraktur di atas sinus

Hasil

1. EDH: bila cepat dioperasi mortality kurang dari 10%
2. SDH:
Serlig et al :
* operasi dalam 4 jam pertama mortality 30%
* operasi setelah 4 jam mortality 90%
Hasselberger et al :
* pasien koma kurang dari 2 jam mortality 47%
* pasien koma lebih dari 2 jasm mortality 80%
3. ICH: mortality 27% -50%


KEPUSTAKAAN

Dwliel F.Kelly.Curtis.D.Donald P.Becker: 1996 General principles of head injury management dalam Narayan Raj.K, James E. Wilberger Jr, Jhon.Povlishock (ed); Neuro trauma

Daniel F.Kelly,D.L.Nikos,D.P.Becker: 1996, Diagnosis and treatmen of moderate and severe head injuries (ed) neurological surgery, Philadelphia, USA, W.B.Sauders and co.

G.M.Teasdale, S.Galbrath: 1989, head injuries, Rob & Smith's (ed) Operative surgery,London.

Narayan. K. Raj: 1994, closed head injuries, Setti. S.Rengachary, Robert H. Wilkins (ed) principles of neurosurgery, Minnesota, USA, World Publishing.

Jennet Bryan: 1997; Outcome after severe head injury, Peter Reilly, Ross Bullock (ed)head injury, London, UK, Chapman and Hall.

Krauss F.Jess: 1993; Epidemology of head injury, Cooper R.Paul (ed) head injury, Baltimore, USA, William & Wilkins.

Mark S.Greenberg; 1994; handbook of neurosurgery, Greenberg graphics inc

Tidak ada komentar: